Topeng Patih Dance: A Manifestation of the Beginning of Human Life in the Malang Mask Puppet’s World

Abstract

The focus of the study in this research was the Patih Mask dance in the Malang Masked Puppet performance as the opening dance. This dance has a close relationship with space, time, and content in the structure of the show. The purpose of this study is to examine the expression of aesthetic concepts through the structure of artistic symbols in the performance of Malang Masked Puppet. This research used ethnographic methods by emphasizing structural and hermeneutic theories. The aesthetic symbols that are reflected in the unity of the show consist of the ritual concept, characterization, communication, dance moves, make-up and fashion, accompaniment music, and elements of the stage which all lead to a noble behavior. The whole unity of the elements is a symbol of ”Sangkan Paran”.


Keywords: Symbols, beginning, Sangkan Paran, Patih Mask, Malang Mask Puppet

References
[1] Ahimsa-Putra, H. S. (2002). Tekstual dan Kontekstual. Makalah Seminar Seni Partunjukan Indonesia (tidak diterbitkan). Surakarta: STSI.

[2] Bachtiar, H. W. (1980/1981). Kreativitas: Usaha Memelihara Kehidupan Budaya, Analisis Kebudayaan, p. 19.

[3] Bachtiar, H. W. (1985). Sistem Budaya di Indonesia. Dalam Bachtiar Harsya W., (Eds). Budaya dan Manusia di Indonesia. Yogyakarta: PT Hinindita, pp. 98-118.

[4] Hadi, S. Y. (2007). Kajian Tari, Teks dan Konteks. Yogyakarta: Pustaka Book.

[5] Hidayat, R. (2017). Pertunjukan Wayang Topeng Kedungmonggo Malang Transformasi dari Ritual ke Seni Pertunjukan. Disertasi untuk memperoleh derajat Doktor pada ISI: Yogyakarta.

[6] Hidayat, R. (2004). Wayang Topeng Malang, Kajian Strukturalisme Simbolik. Thesis Magister Seni: Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta, pp. 182-184.

[7] Kodiran, Kodiran. 2002). Kebudayaan Jawa dalam Koentjaraningrat ed., Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia, (dicetak pertama tahun 1971), Jakarta: Jambatan, pp. 347-348.

[8] Miles, M. B., Huberman, A. M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press.

[9] Moleong, J. L. (1990). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

[10] Murgiyanto, S. dan Munardi, A. M. (1979/1980). Topeng Malang. Jakarta: Departemen Pandidikan dan Kabudayaan.

[11] Pigeaud, T. (1960-1963). Java in the Fourtheenth Century, a Study in Cultural History: The Nāgara Kěrtāgama by Rakawi Prapanca of Majapahit, 1335 A.D. vol. 1. Edisi ketiga yang diperbaiki dan diperluas The Hague: Martinus Nijhoff, p. 52.

[12] Soedarsono, R. M. (1997). Wayang Wong: Drama Tari Ritual Kenegaraan di Keraton Yogyakarta. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, p. 5.

[13] Soehardjo, A. J. (1996). Cita Rasa Keindahan merupakan Inti Bahan Pelajaran Kertakes di Pendidikan Dasar. Makalah disajikan dalam Seminar Regional Implementasi Kurikulum Pendidikan seni di Pendidikan Dasar: IKIP Malang.

[14] Sumaryono, Sumaryono (2012). Peran Dalang dalam Kehidupan dan Perkembangan Topeng Pedalangan Yogyakarta. Disertasi untuk memperoleh derajad Doktor pada Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta.

[15] Supriyanto, H. dan Soleh, A. M. (1995). Wayang Topeng Malang. Malang: Padepokan Mangun Darmo.

[16] Yamin, M. (1954). 6000 tahun Sang Merah Putih. Tanpa kota: Siguntangha, pp. 17-31.