Perceptions of Senaputra Dance Students About the Art of Classical Dance and Traditional Creations

Abstract

Around the 1970s, professional dance arts education for the general public began to grow. Students of professional dance were mostly the sons and daughters of wealthy individuals or government officials. Dance was regarded as a source of prestige for parents at the time. Such a perception exists because society is unable to contribute to the development of such status. After 50 years, though, that perception has changed. This study considered Sanggar Tari Senaputra Malang with the aim of examining the differences in perceptions among dance students at professional dance facilities. This was descriptive qualitative research and data were collected through observations of training activities and interviews with the leader of the Senaputra Dance Workshop (Siti Sofiana, 47 years old) and four trainers. Data were analyzed using phenomenological interpretation. The results demonstrated that: (1) classical dance takes a relatively long time to learn and is personal in nature to gain social prestige; and (2) traditional dance creations are simpler and faster to learn, and tend to establish social relationships.


Keywords: classic dance, traditional dance, dance teacher, Sanggar Dance

References
[1] Ramadhan K. Manajemen pendidikan seni terhadap anak jalanan di sanggar pensi kabupaten bondowoso. Universitas Negeri Surabaya. Jurnal Pendidikan Sendratasik. 2019;4(2).

[2] Karoso S. Tari remo di sanggar tari raff dance company surabaya. Elementa: Jurnal Pgsd Stkip Pgri Banjarmasin. 2020;2(2):353–359.

[3] Ratih EK, Yanuartuti S. Kreativitas tri broto wibisono sebagai seniman tari jawa timur. Gondang: Jurnal Seni Dan Budaya. 2020;4(2):173-185.

[4] Hidajat R. Peran aktor di balik seni pertunjukan tayub di Malang. Jurnal Imaji. 2015;8(1).

[5] Nurgiyantoro B. Wayang dan pengembangan karakter bangsa. Jurnal Pendidikan Karakter. 2011;1(1):18–34.

[6] Digdoyo E. Rumah puspo budaya nusantara sebagai pusat pengembangan pendidikan karakter melalui tari nusantara. Journal of Chemical Information and Modeling. 2017;53(9):62–99.

[7] Hidajat R. The impact of public evaluation on dance art students at senaputra studio concerning their ability in capturing dance movements visually and Repeating It In Other Times. Asian Journal of Social Sciences, Arts and Humanities 2019;7(1):9–13.

[8] Moleong LJ. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya; 1991.

[9] Sabarguna BS. Analisis data pada penelitian kualitatif. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia; 2020.

[10] Nindito S. Fenomenologi alfred schutz: Studi tentang konstruksi makna dan realitas dalam ilmu sosial. Jurnal Ilmu Komunikasi. 2013;2(1):79–95.

[11] Puja K, Fretisari I, Istiandini W. Peningkatan keterampilan gerak tari melalui metode drill pada siswa kelas VII B kabupaten bengkayang. Jurnal Pembelajaran Dan Pendidikan Katulistiwa. 2019;8(3): 10-18.

[12] Mu’ammar MN. Analisis fenomenologi terhadap makna realita. Jurnal Studi Agama Dan Masyarakat. 2017;13(1):120–35.

[13] Anshori I. Melacak state of the art fenomenologi dalam kajian ilmu-ilmu sosial. Halaqa: Islamic Education Journal. 2018;2(2):165–81.

[14] R. Filsafat idealisme (implikasinya dalam pendidikan). Jurnal Dinamika Ilmu. 2013;13(2):291–306.

[15] Fadli RV. Tinjauan filsafat humanisme: Studi pemikiran paulo freire dalam pendidikan. Reforma: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran. 2020;9(2):96–103