The Islamic Law of War: A Case Study

Abstract

This article uses the shooting of Al-Jazeera journalist Shireen Abu Akleh as a case study to evaluate and contrast the differing responses of the Islamic law of war and the international humanitarian law. International humanitarian law condemns violence against civilians (including journalists), likewise Islamic laws of war advocate protection of journalists on battlefields. However, responsibility for the death of the journalist, while reporting on the Israel-Palestine conflict, has never been assigned. Using this event as a case study, this article applies an Islamic legal approach (along with the method of ijtihad through qiyas) to evaluate the criminality of Shireen Abu Akleh’s death under both Islamic law and international humanitarian law, demonstrating the commonality of these two approaches. This qualitative research study applies literature study techniques to gather research data from reports, journals, books, and credible media sources.


Keywords: humanitarian law, Islamic war law, journalist, Ijtihad, Qiyas

References
[1] ICRC Indonesia. “Bagaimana Hukum Humaniter Internasional Melindungi Jurnalis dalam Konflik Bersenjata,” icrc, 2010.

[2] Human Right Watch, “Iraq,” country summary, 2017.

[3] Yunita E. “Kisah Ruqia Hassan, Jurnalis cantik yang dieksekusi Mati ISIS,” Liputan6 Global, 2017. http://global.liputan6.com/read/2405247/kisah-ruqia-hassanjurnalis- cantik-yang-dieksekusi-mati-isis

[4] Tempo.co. “Jurnalis Al-Jazeera Tewas di Tepi Barat, Ini Kata Saksi Sebelah Korban,” Tempo.co, 2022, https://dunia.tempo.co/read/1590830/jurnalis-al-jazeera-tewas-ditepi- barat-ini-kata-saksi-disebelah-korban

[5] Saifi Z. “They were shooting directly at the journalists: New evidence suggests Shireen Abu Akleh was killed in targeted attack by Israeli forces,” CNN, 22 Januari 2022, https://edition.cnn.com/2022/05/24/middleeast/shireen-abu-aklehjenin- killing-investigationcmd-intl/index.h

[6] Conis E, Hoenicke S. Elena Conis dan Sarah Hoenicke, “Measles, Media and Memory : Journalism ’ s Role in Framing Collective Memory of Disease”. J Med Humanit. 2022;43(3):405–20.

[7] Muhammadin FM. Refuting Da ’ esh properly : a critical review of the ‘ Open Letter to Baghdadi’. J Int Humanit Action. 2016;1(1):1–10.

[8] Dr. Beni Ahmad Saebani M.Si, Fiqh Siyasah: Terminologi dan Lintasan Sejarah Politik Islam Sejak Muhammad SAW. hingga Al-KhulafaAr-Rasyidun., ed. oleh CV Pustaka Setia, V (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015).

[9] Pandan Yudhapramesti, “Jurnalis dan Jurnalisme dalam Fenomena Kontemporer” 10 (2015): 89–98. https://doi.org/10.20885/komunikasi.vol10.iss1.art9.

[10] Indonesia IC. “Protokol Tambahan I dan II tahun 1977 - The ICRC in Indonesia | The ICRC in Indonesia,” Hukum Humaniter/ ICRC & HHI. Februari; 2012.

[11] Reporters Without Border. “Handbook for Journalists,” in Reporters Without Border, 2010, 94.

[12] Alexandre Balguy-gallois. “The protection of journalists and news media personnel in armed conflict” 86, no. 853 (2004): 1–20.

[13] Balguy-gallois.

[14] Reni Nuraeni dan Muhammad Syahriar Sugandi [Studi Kasus pada Kegiatan Jurnalis Kota Bandung]. PERAN MEDIA SOSIAL DALAM TUGAS JURNALISTIK. 2017;3(1):43– 58.

[15] Adwani. “PERLINDUNGAN TERHADAP ORANG-ORANG DALAM DAERAH KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL,”. Dinamika Hukum. 2012;12(1):97–107.

[16] Elsam (Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat), “Statuta Mahkamah Internasional – Referensi HAM,” Oktober 2014.

[17] Khansadhia Afifah Wardana, Joko Setiyono, dan Soekotjo Hardiwinoto, “Diponegoro law review,” Dipone 5, no. 2 (2016).

[18] Dirjen Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Protokol Tambahan Konvensi Jenewa, Protokol Tambahan I dan Protokol Tambahan II ( Jakarta, 2003).

[19] Pada Konvensi-konvensi Jenewa dan Dengan Perlindungan Korban-korban, “konvensi Jenewa,” no. Protokol Ii (2003).

[20] Gede GN. Penegakan Hukum Terhadap Perlindungan Penduduk Sipil Dalam Situasi Perang Menurut Konvensi Jenewa 1949 (Studi Kasus Konflik Bersenjata Israel- Palestina Dalam Kasus Operation Cast Lead 27 Desember 2008-20 Januari 2009). Undiksha Repository. 2021;1(1):1–83.

[21] Dirjen Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Protokol Tambahan Konvensi Jenewa, Protokol Tambahan I dan Protokol Tambahan II.

[22] Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, “Konvensi Jenewa II Tahun 1949 Tentang Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Perang Di Laut Yang Luka, Sakit Dan Korban Karam Pasal.21,” in Konvensi Jenewa II Tahun 1949, 1949, 21–22.

[23] Lorrain Miura Yudo Agung Syam dan M. Husni, “Responsibilities of Belligerent country in protecting war journalist in a war zone according to humanitarian law (Study Case American Freelance Journalist Christopher Allen’s Death in South Sudan Civil War 2017),” in Proceeding Ilmu Hukum, 2018, 85.

[24] Sefriani HI, editor. oleh Rajawali Press (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2018).

[25] Azwar A. Thomas Kuhn dan Teori Hubungan Internasional: Realisme Sebagai Paradigma [IJIS]. Indonesian Journal of International Studies. 2014;1(2):107.

[26] Iva Rachmawati, “Pendekatan Konstruktivis dalam Kajian Diplomasi Publik Indonesia,” 2011.

[27] Dirjen Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Protokol Tambahan Konvensi Jenewa, Protokol Tambahan I dan Protokol Tambahan II.

[28] Adara Relief International. “AS Setujui Visa Untuk Menteri Israel Yang Menyerukan Pembersihan Etnis Terhadap Desa Palestina,” Berita Kemanusiaan: Hubungan Internasional dan Politik, n.d., https://adararelief.com/as-setujui-visa-untuk-menteriisrael- yang-menyerukan-pembersihan-etnis-terhadap-desa-palestina/

[29] KNRP. “Pasukan Penjajah Israel Bunuh Tiga Warga Palestina Selama Serangan Militer Di Kamp Pengungsi Balata,” Berita Palestina, n.d., https://knrp.org/pasukan-penjajahisrael- bunuh-tiga-warga-palestina-selama-serangan-militer-di-kamp-pengungsibalata/

[30] Al-Dawoody A. The Islamic Law of War, ed. oleh ICRC Indonesia ( Jakarta: PT. Gramedia, 2019).

[31] Robert Mardini, “EDITORIAL PERSONS WITH DISABILITIES IN ARMED CONFLICTS : FROM INVISIBILITY TO VISIBILITY” 105, no. May 2022 (2023): 1–4, https://doi.org/10.1017/S1816383122001114..

[32] Muhammadin. “Refuting Da ’ esh properly : a critical review of the ‘ Open Letter to Baghdadi .”’

[33] غمق dan ضو مفتاح، نظرية الحرب في الإسلام وأثرها في القانون الدولي العام (مكتب الإعلام والبحوث والنشر بجمعية الدعوة الإسلامية العالمية) n.d.

[34] الإمام محمد أبو زهرة، العلاقات الدولية في الإسلام (دار الفكر العربي) n.d.

[35] Ibrahim Horoub, “Understanding media empowerment : citizen journalism in Palestine,” no. 2023 (n.d.): 1–10, https://doi.org/10.1057/s41599-023-01526-z.

[36] Al-Dawoody, The Islamic Law of War.

[37] Mohammad Muslih dan Universitas Darussalam Gontor, “Rekonstruksi Metodologi Pengembangan Sains Berbasis Agama A . Pendahuluan Ada yang tertinggal dari gegap gempitanya wacana integrasi keilmuan satu atau dua dasawarsa belakangan ini , yaitu penglihatan dari sudut pandang Filsafat Ilmu . Isu integrasi keilmuan nyatanya memang tidak hanya menarik diikuti sebagai suatu wacana keilmuan , tetapi justru lebih tepat dan lebih maju jika dilihat dalam kerangka pembangunan paradigma baru keilmuan ( new paradigm ). Berdirinya beberapa universitas Islam , negeri dan swasta , setelah melalui proses panjang konversi kelembagaan , seperti UIN , Universitas NU , Universitas Muhammadiyah , UNIDA Gontor , dan lain-lain , merupakan simbol keberhasilan dari proyek besar keilmuan itu . Disebut demikian , karena upaya itu sekaligus menandai lahirnya paradigma ilmiah baru yang mempertemukan sains dan agama , sebagai basis penyelenggaraan tridarma perguruan tinggi , dan khususnya sebagai basis paradigmatik pengembangan keilmuan yang dicanangkannya . Sudah tentu , ini merupakan capaian keilmuan yang cukup gemilang , yang sejarah patut mencatatnya . Bangunan paradigma ilmiah yang mempertemukan sains dan agama akan mempunyai signifikasi sangat tinggi , jika berujung dengan lahirnya produk keilmuan dengan corak baru yang integratif . Namun nyatanya hingga lebih dari satu dasa warsa ini paradigma keilmuan baru itu belum menunjukkan hasil yang maksimal , untuk tidak dikatakan mandul atau bahkan menguap begitu saja . Persoalan utamanya adalah” 11 (2017): 267–98.